Setelah Perang
Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan
perlunya Indonesia (saat itu Republik
Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II
dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin
sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan
rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Lambang Garuda juga digunakan di
jersey Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
Merujuk keterangan Bung Hatta
dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet
tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan
pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog
intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana
Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan
itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
"Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang
negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi
untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung
Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap
terlalu bersifat mitologis. [2]
Sultan Hamid II kembali mengajukan
rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi
yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat
Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut
kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam
bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan
pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.[3] Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti
bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama
kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada
15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk
Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis
istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki
antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta
mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita
menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan
Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip
dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.[4] Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda
Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas
yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Deskripsi
dan arti filosofi
Garuda
- Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda
yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia,
yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda
digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia
adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
- Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan
kejayaan.
- Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
- Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
- 17 helai bulu pada masing-masing sayap
- 8 helai bulu pada ekor
- 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
- 45 helai bulu di leher
Perisai
- Perisai
adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban
Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan,
dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
- Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam
tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa
membentang dari timur ke barat.
- Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera
kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
- Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai
berikut[5]:
- Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut
lima berlatar hitam[6];
- Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri
bawah perisai berlatar merah[7];
- Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih[8];
- Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala
banteng[9]
di bagian kanan atas perisai berlatar merah [10];
dan
- Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai
berlatar putih.
Pita
bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
- Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita
putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika"
berwarna hitam.
- Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau
berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika"
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan
"Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi
pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam
bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras,
suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Beberapa
aturan
Patung besar Garuda Pancasila,
terpasang di Ruang Kemerdekaan Monas, Jakarta.
Penggunaan lambang negara diatur
dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya
lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 [11]
Lambang Negara menggunakan warna
pokok yang terdiri atas:
- warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah
perisai;
- warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
- warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
- warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk
jantung; dan
- warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Lambang Negara wajib digunakan di:
- dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan
pendidikan;
- luar gedung atau kantor;
- lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita
negara, dan tambahan berita negara;
- paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan
pemerintah;
- uang logam dan uang kertas; atau
- meterai.
Dalam hal Lambang Negara ditempatkan
bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil
Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
- Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih
tinggi daripada Bendera Negara; dan
- gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden
ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
Setiap orang dilarang:
- mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak
Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Lambang Negara;
- menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai
Lambang Negara; dan
- menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang
diatur dalam Undang-Undang ini.